Catatan Harian
Pendidikan untuk Anak Semua Bangsa, Termasuk LGBT
![]() |
https://www.facebook.com/SMA-ABDI-NEGARAkarang-tengah-demak-853114904773477/ |
Mereka yang sedang melakukan
pelantikan bantara ini tiga tahun lebih muda dariku. Sejak aku lulus dari SMA,
ini adalah kali pertama aku mengunjungi acara Pelantikan Bantara. Agak malu
juga karena tak banyak mengenal adik-adik kelas yang sekarang. Tapi demi rasa
rindu pada SMAku itu, kutepiskan rasa malu itu jauh-jauh dan mulai mengenal
kembali wajah-wajah baru remaja SMA.
Saat itu di bawah atap gazebo saat
aku dan seorang temanku beristirahat, mereka yang telah selesai dari kegiatan
jelajah datang menghampiri kami. “Mbak minta kacangnya ya?” kata salah seorang
dari mereka. Dia berperawakan kecil, berambut pendek dan bercelana. Dia adalah
seorang laki-laki yang pertama menyapa kami. “Boleh” kataku sambil memberi
segenggam kacang kepadanya. Sesaat setelah itu, kamipun berkenalan.Dia, Anis
namanya.
Di penghujung senja, terdengar suara
adzan dari mushola sekitar. Bu Iin, guru Agama kami mulai berkhotbah sampai
berbusa-busa mengingatkan kami agar segera melaksanakan sholat maghrib.
Kepada Anis, bu Iin menanyakan, “kamu mau sholat pake sarung apa mukena nis? Kamu pengen sing endi tak sediakan.” sontak teman-teman tertawa mendengarnya. Dengan santai Anispun menimpali, “Terserah njenengan bu.” Aku hanya nyengir sedikit, mungkin si cowok ini agak ke-cewek-cewek-an pikirku, sehingga bu Iin berani berkata begitu. Lihat saja, kumpulnya saja lebih sering dengan para perempuan, he.
Kepada Anis, bu Iin menanyakan, “kamu mau sholat pake sarung apa mukena nis? Kamu pengen sing endi tak sediakan.” sontak teman-teman tertawa mendengarnya. Dengan santai Anispun menimpali, “Terserah njenengan bu.” Aku hanya nyengir sedikit, mungkin si cowok ini agak ke-cewek-cewek-an pikirku, sehingga bu Iin berani berkata begitu. Lihat saja, kumpulnya saja lebih sering dengan para perempuan, he.
Malam sehabis api unggun, kami para
senior berkumpul dan bercanda. Salah seorang dari kami yang memang sudah
mendampingi pramuka cukup lama mulai membicarakan si Anis. “sejak kapan sih dia
pacaran? apa ceweknya tau kalau dia cewek?” Hoh, seketika itu juga aku
tersentak kaget. Matakupun terbelalak mendengarnya.
Temanku malah tertawa, karena mengetahui ternyata aku belum tahu tentang hal ini. Iapun menjelaskan, “iya, nama lengkap Anis itu Khoirul Anisah. Dia memang berpenampilan seperti cowok. Gak kelihatan ceweknya kan? Bilangnya, dia gak mau sekolah kalau tidak boleh pakai celana, mending di rumah saja, gitu. Ya karena sekolah kita mau menerimanya, akhirnya dia mau sekolah.”
Seketika akupun menatap dan mengamati perangainya. Oh Anis, sungguh aku benar-benar tertipu, hohoh. Tak terasa pipi kananku tertarik ke atas, nyengir. “pacarnya juga perempuan loh”, tambah temanku itu. “kabarnya, pacarnya yang sekarang tidak tahu kalau dia perempuan, tahunya ya laki-laki.” Akupun semakin tertegun mengetahui hal ini.
Temanku malah tertawa, karena mengetahui ternyata aku belum tahu tentang hal ini. Iapun menjelaskan, “iya, nama lengkap Anis itu Khoirul Anisah. Dia memang berpenampilan seperti cowok. Gak kelihatan ceweknya kan? Bilangnya, dia gak mau sekolah kalau tidak boleh pakai celana, mending di rumah saja, gitu. Ya karena sekolah kita mau menerimanya, akhirnya dia mau sekolah.”
Seketika akupun menatap dan mengamati perangainya. Oh Anis, sungguh aku benar-benar tertipu, hohoh. Tak terasa pipi kananku tertarik ke atas, nyengir. “pacarnya juga perempuan loh”, tambah temanku itu. “kabarnya, pacarnya yang sekarang tidak tahu kalau dia perempuan, tahunya ya laki-laki.” Akupun semakin tertegun mengetahui hal ini.
Khayalku seketika terbang mengenang
masa SMAku dulu. Aku mengenang salah seorang temanku yang mengalami hal yang
sama dengan si Anis, Galih namanya. Bedanya hanya, jika Anis adalah perempuan
berorientasi menjadi laki-laki, Galih adalah laki-laki berorientasi menjadi seperti perempuan.
Galih sangat akrab dengan kami para perempuan, suaranya lembut dan pandai bersolek. Tapi tak seperti Anis, Galih tidak sampai memakai rok ke sekolah, hehe. Pernah suatu hari aku tanyai dia tentang apa cita-citanya. Dia bilang, dia ingin menjadi tukang make up artis. Dia memang pandai dalam hal tata rias. Sekarangpun dia tengah meniti karir menuju kesana.
Galih sangat akrab dengan kami para perempuan, suaranya lembut dan pandai bersolek. Tapi tak seperti Anis, Galih tidak sampai memakai rok ke sekolah, hehe. Pernah suatu hari aku tanyai dia tentang apa cita-citanya. Dia bilang, dia ingin menjadi tukang make up artis. Dia memang pandai dalam hal tata rias. Sekarangpun dia tengah meniti karir menuju kesana.
Mengingat dua kasus ini, aku
diam-diam menaruh kagum dengan sekolahku itu. Tak peduli orientasi seksual yang
para siswanya miliki, dengan tangan terbuka dan ramah, ia menerima mereka yang
mau belajar.
Karena sejatinya, sekolah tempat mencerdaskan anak semua bangsa tak perlu memandang apakah si anak berkelainan orientasi seksual atau tidak untuk bisa menerimanya bersekolah disana. Justru, tempat pendidikan itulah yang akan membangun serta membentuk karakter baik pada diri mereka. Tempat pendidikan yang akan terus membantu anak-anak bangsa ini menggapai mimpi dan cita-cita mereka.
Barangkali banyak dari kita yang
mengaku menolak LGBT entah dengan alasan agama atau moral, sesungguhnya
belum pernah bersentuhan langsung dengan kehidupan mereka. Kita berpendapat
dengan menukil pendapat orang lain, dan sebagian dalil agama dengan
mengesampingkan sisi kemanusiaan dan hak yang dimiliki oleh yang bersangkutan.
Kita tidak mau tahu bahwa dalam psikologi mereka, mereka tersiksa jika harus menuruti
kemauan normal kita.
Pernahkah anda duduk berdampingan menjalani aktifitas normal bersama mereka ini? Jika belum, janganlah terburu-buru menaruh stigma buruk terhadap mereka. Mari kita sama-sama belajar memanusiakan manusia.
Pernahkah anda duduk berdampingan menjalani aktifitas normal bersama mereka ini? Jika belum, janganlah terburu-buru menaruh stigma buruk terhadap mereka. Mari kita sama-sama belajar memanusiakan manusia.
0 Comments