Perubahan sosial politik negara selalu berkembang secara dinamis. Ada kalanya perubahan itu membawa kepada kebaikan, namun tidak sedikit pula yang berujung pada keburukan. Kebijakan negara yang tak jarang menimbulkan dampak negatif di tengah masyarakat menuntut warga negara kita untuk berhati-hati dan waspada. Karena kebijakan negara memang tak selalu berpihak pada kepentingan masyarakat arus bawah. 

Di sisi lain masyarakat kitapun banyak dihadapkan oleh berbagai isu yang muncul untuk menutupi atau sekedar mengalihkan perhatian publik dari masalah negara yang utama. misalnya isu terorisme yang banyak diekspos dan dibesar-besarkan padahal ketika itu ada kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat Negara justru kurang atau bahkan tak mendapat perhatian.

Termasuk yang terjadi di kalangan mahasiswa, kaum intelektual yang ditangannya menggenggam tanggungjawab besar untuk setiap perubahan sosial. Semenjak bergulirnya masa reformasi hingga sekarang, gerakan mahasiswa tak lagi mudah untuk disatukan. Bukan hanya soal perhatian mereka pada isu yang dikaji, melainkan sikap yang diambil dalam menghadapi berbagai permasalahan Negarapun sangat beragam. 

Isu soal pabrik semen di Rembang beberapa waktu lalu misalnya. Kekuatan mahasiswa antara pro dan kontra dalam menanggapi isu tersebut hampir bisa dikatakan sama. Hal itu memang tak bisa dihindari mengingat mahasiswa yang dilahirkan dari berbagai organisasi berlatarbelakang yang sangat beragam tentu berpengaruh besar dalam menentukan sikap yang diambil. Belum lagi jika sudah disusupi oleh pihak yang berkepentingan, kemurnian gerakan mahasiswa menjadi tanda tanya besar. 

Hal ini juga merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh PMII sebagai salah satu organisasi gerakan. Bukan hanya tantangan bagaimana memilah isu yang benar-benar subtantif dan penting untuk diselesaikan, namun juga bagaimana agar gerakan dalam PMII ini lahir dari pemikiran para mahasiswa yang idealis serta progresif. Dalam hal ini, penulis hendak menyinggung soal pentingnya kita merevitalisasi bagaimana proses terciptanya gerakan yang berpihak pada terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia.

Butuh Ketajaman Analisis Sosial

Bagi kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tentu tak asing lagi dengan istilah analisis sosial. Kajian ini menjadi  materi wajib saat Pelatihan Kader Dasar. Namun, berapa banyak kader yang telah di-PKD-kan namun belum mampu menginternalisasi diri untuk melakukan analisis sosial? Tentu tak banyak kalau tidak mau dikatakan sedikit. Padahal strategi gerakan PMII dengan paradigma kritis transformatif hanya akan dapat terlaksana secara efektif apabila ditopang dengan kematangan dalam analisis sosial (ANSOS).

Maka analisis sosial hendaknya tak sekedar menjadi materi PKD yang datang dan berlalu begitu saja tanpa ada aplikasi yang nyata dalam kehidupan para kader. Kesadaran memikul tanggungjawab yang besar dalam mengelola menjalankan serta menghidupkan gerakan PMII mesti dimiliki oleh para kader PMII terlebih kita yang menjabat dalam kepengurusan PMII. 

Karena organisasi ini dibentuk dengan tujuan yang mulia, untuk membentuk pribadi muslim yang berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia, maka PMII tak boleh menyempitkan ruang geraknya hanya sekedar menjalankan program kerja semata.

Memantapkan Gerakan PMII

Sebagai organisasi yang berjuang demi dua entitas agama dan negara, yakni Islam dan Indonesia, PMII menjadi organisasi yang pantas diperjuangkan demi tercipta-jaganya identitas bangsa agar tidak tercerabut dari akarnya. Maka dalam membangun gerakannya PMII harus dapat mengawal strateginya setidaknya melalui tiga bidang penting, kebangsaan, kebudayaan, serta keagamaan.

Pertama, wilayah kebangsaan, PMII harus bersedia terlibat aktif pada upaya perebutan kembali kedaulatan rakyat yang selama ini dirampas oleh negara (penguasa), sekaligus memperkuat demokratisasi, politik, ekonomi dan sosial. PMII harus dengan tegas berada pada pendirian untuk mempertahankan NKRI bukan hanya dari orang-orang yang berusaha menggantinya dengan sistem khilafah namun juga dari siapapun yang menjajah, menjarah, dan menindas rakyat termasuk jika itu dilakukan oleh negara.

Kedua, wilayah budaya, PMII harus siap menciptakan kemandirian dan memperkuat kebudayaan rakyat yang kering dan hampir mati oleh arus modernisasi dan globalisasi. Hal ini penting untuk menjaga identitas bangsa sekaligus juga membendung upaya negara asing untuk menguasai aspek kehidupan sosial warga negara kita. Ketiga, wilayah keagamaan, PMII juga mesti berani membongkar dan mendobrak segala bentuk kejumudan tradisi, taqdisun al-alfkar al-diniyyat (pensakralan atas pemikiran keagamaan), formalisme agama, politisasi agama serta berupaya membumikan ajaran Islam yang rahman lil ‘alamin, dan mewujudkan nilai-nilai Islam sebagai etika sosial dalam konteks kebangsaan dan ke-Indonesia-an.

Dengan mewujudkan ketiga visi tersebut, maka PMII akan dapat berjalan dalam khitthahnya sebagai pengawal NKRI dan Islam Nusantara. Diimbangi dengan kemampuan analisis sosial yang dipraktekkan dalam kehidupan bernegara,dan dilengkapi dengan kesadaran untuk terus belajar dan berpikir kritis, maka gerakan yang digalakkanpun tidak akan kering makna. Perjuangan juga dapat dilakukan dengan beragam cara, ada yang melalui diskusi, tulisan, audiensi, maupun aksi. Pertanyaannya, sudahkah kita menganalisis masalah sosial hari ini?

0 Comments