Semarang, 2 April 2019 (Aziz)

Tanah lapuk terendam air (Udin)
Rumah rapuh terhantam ombak  (Udin)
Tiang-tiang bergetar begitu kendaraan besar melintas di jembatan layang (Udin)
Para orangtua yang sibuk mengerjakan sesuatu (Diaz)
Entah membersihkan rumah atau ikan tangkapan  (Diaz)
Atau sekedar menunggu umpan pancing termakan ikan (Diaz)
Mereka tak memperhatikan semua itu  (Diaz)
Sedangkan anak-anak yang berlarian berkejaran bermain air (Aziz)
Pun tak peduli keadaan yang mereka alami  (Aziz)
Karena apapun yang terjadi, kami sudah bahagia di sini (Bareng-bareng)
Sampai suatu hari ancaman itu datang menghampiri  (Udin)
Sayup kudengar bapak ibu berbisik  (Diaz)
Bahwa kami akan diusir dari pesisir (Diaz)
Karena katanya kami ilegal tak berizin (Diaz)
Dan keberadaan kami mengganggu aliran sungai  (Aziz)
Suatu hari mereka datang  (Aziz)
Orang-orang berseragam ijo membawa pentungan  (Udin)
Ramai-ramai mau menggusur kami  (Udin)
Tapi kami tidak takut  (bareng-bareng)
Ini tanah kami, tempat kami bermain  (Aziz)
Tempat kami belajar (Udin)
Tempat kami istirahat  (Diaz)
Tempat kami bekerja (Aziz)
Tempat kami beribadah (Udin)
Jangan ganggu kami  (Diaz)
Jangan ganggu pula ikan-ikan kami  (Aziz)
Sebab dari sanalah kami hidup (Udin)
Dan dari lautlah kami dapat bermimpi (Udin)
Bahwa masa depan kami (Aziz)
Secerah matahari terbit di ufuk timur sana  (Udin)
Wahai, pemerintah kota dan bapak Satpol PP (Diaz)
Sampai kalian lelah mengusir kami (Diaz)
Kami akan terus bertahan di kampung bantaran Tambakrejo ini (Udin)
Sebab kami (Aziz)
Menolak terusir dari pesisir (Bareng-bareng)

*Puisi ini adalah kata-kata yang ditemukan dalam kubangan air bercampur lumpur dan batu, dan dalam tatapan mata sayu yang bahagia bermain di sana, bocah-bocah Tambakrejo.

0 Comments