Catatan Harian
Menjadi Freelancer di Project
Hai, lama aku gak nulis di blogku ini. Setelah tulisan
tentang kisah-kisah ambyarku yang rasanya tidak faedah untuk dibagikan itu,
sekarang aku mau nulis tentang kenapa aku jarang nulis di blog ini.
Sebenarnya
tidak hanya di blog ini sih, beberapa waktu belakangan aku juga jarang menulis
artikel di tempat lain. Ini semua karena aku tengah mengerjakan artikel pesanan
yang membuatku menghabiskan sebagian besar waktuku untuk menggarapnya. Aku
menyebutnya project.
Project yang aku garap dimulai pada akhir bulan April lalu. Awalnya
aku membuat akun di projects.co.id pada bulan Oktober tahun lalu. Waktu itu aku
tengah putus asa mencari kerja pasca wisuda. Pernah sekali bid dan tidak
mendapatkannya, setelah itu aku tidak pernah lagi melakukan bid. Kebetulan pula
pada awal November aku pergi ke Pare untuk belajar Bahasa Inggris selama empat
bulan. Maka, email yang selalu aku terima dari project pun selalu kuabaikan.
Pasca kembali dari Pare pada awal bulan Maret aku masih
melanjutkan menulis di islami.co yang sebelumnya memang telah kumulai sejak
akhir bulan Januari. Hingga suatu ketika aku iseng melakukan bid dan ya
tawaranku diterima. Sebenarnya, aku masih ingin melanjutkan juga menulis di
islami.co karena kajiannya sangat erat dengan bidang studiku tafsir hadist dan
juga selalu kucoba untuk mengaitkannya dengan isu-isu sosial ekologi supaya
lebih progresif.
Karena pada suatu waktu tulisanku dikembalikan dengan alasan
kurangnya referensi kitab tafsir, semangatku untuk melanjutkan tulisan di
islami pun redup dan mungkin sudah tidak ada lagi. Terlebih sebelumnya ada
warning kalau islami akan mengurangi jumlah tulisan dikarenakan krisis akibat pandemi.
Akupun sadar diri kemampuan Bahasa Arab yang lemah tidak memungkinkanku untuk
menjadi ahli tafsir meski aku adalah sarjana tafsir hadits.
Memang jika dihitung-hitung menulis di islami dengan di
project angka fee yang didapat jauh berbeda. Lebih tinggi dari islami jika kamu
rajin menulis di sana. Tetapi angkanya hampir sama jika di dalam kasusku.
Maaf, jika spill the tea, satu tulisan di islami dihargai
sebesar 75.000 dengan panjang tulisan kurang lebih 700 kata. Sedangkan di
project, aturannya per kata dihargai 30 rupiah dan aku tidak boleh menulis kurang dari 1000 atau lebih dari 2300/2500 kata per artikel. Jadi bisa
disimpulkan satu artikel feeku antara 30.000 – 75.000 rupiah.
Tetapi yang membuatku lebih betah di project, di sini
struktur, keyword, LSI, dan aturan lainnya telah dibuatkan oleh owner. Sehingga
kita hanya perlu mencari sumber tulisan di web lain lalu memparafrase bagian-bagian yang
dibutuhkan. Karena apa? Minimal keunikan harus 90%.
Sedangkan di islami, kita harus berpikir sendiri mau nulis
apa, ngangkat masalah apa, dan menurutku mencari ide itu adalah hal tersulit
dalam tahap menulis. Bisa dibilang lima hari mencari ide, dua hari menulis. Jadi
sebulan bisa menulis empat artikel saja.
Sedangkan kalau di project, aku bisa menyelesaikan satu
artikel dalam satu hari. Bahkan jika dihitung secara efektif, aku hanya butuh
waktu lima sampai enam jam saja. Sehingga setiap hari aku bisa menyelesaikan
artikel sesuai pesanan.
Selain itu, soal sistem bayaran. Di islami fee kita
dibayarkan pada bulan berikutnya. Jadi memakan waktu cukup lama. Sedangkan kalau
di project, setiap selesai satu paket orderan, biasanya lima artikel, kita
langsung dibayar sama ownernya. Jadi per minggu bisa dapat uang saku.
Eh tapi kenapa aku jadi bandingin dua platform ini ya? Hihi
maafkeun. Saya hanya berbagi pengalaman saja. karena berbicara kesibukanku
akhir-akhir ini tidak lepas dari kedua hal tersebut. Dan jika ada yang punya
pengalaman berbeda boleh dong dibagi juga.
Oke kembali ke project. Memang sih topik yang dibahas di
project ini kebanyakan hal-hal umum seperti cara ternak, cara menanam, dan pengertian
istilah-istilah tertentu gitu. Tidak ada yang berbau politik apalagi membahas
isu terkini. Tapi menariknya aku jadi belajar sesuatu yang tidak pernah
terpikirkan sebelumnya. Misalnya cara ternak kroto. Aku bahkan baru tau kalau
kroto itu adalah anakan atau telur semut nyangkrang.
Ya mungkin pekerjaan freelance macam project ini tidak bisa
dijadikan profesi tetap, soalnya tidak menjamin apakah akan terus ada. Suatu waktu
bisa saja owner berhenti order. Apalagi tidak ada jaminan kerja bagi pekerja
lepas seperti ini. Tidak ada perlindungan apalagi THR.
Ditambah, bayaran yang tidak seberapa dan fluktuatif. Jika ditotal
dalam satu bulan, paling aku bisa mendapat uang satu jutaan. Nilai ini tentu sangat
kurang jika kamu tidak tinggal bersama orangtua yang menanggung makan dan
tempat tinggal.
Enaknya kerja freelance sih tidak ada tekanan dan aturan
mengikat di mana kita bebas mengatur sendiri waktu dan cara kerja kita. Kita juga
bebas jika sewaktu-waktu ingin beralih pekerjaan. Apalagi jika kamu sudah jadi
freelancer profesional seperti kakak seniorku bernama julukan Namlio yang
bayarannya bisa sampai ratusan dollar pastinya kamu betah dong menekuni pekerjaan
itu. Ya semua memang ada plus minusnya.
Dalam waktu dekat aku kemungkinan akan berhenti menerima
order dari project jika tawaran kerja yang aku terima beberapa hari lalu jadi
aku ambil. Oke, sekali lagi, pengalaman itu berharga teman-teman. Jika ada
kesempatan untuk mencoba hal baru kenapa tidak? Mumpung masih muda, raga masih
kuat dan otak masih sehat, kita harus bisa memanfaatkan setiap peluang dengan
sebaik mungkin. Semangat buat para pejuang rupiah di manapun berada. Sehat
selalu dan semoga lancar kerja dan usahanya.
0 Comments